Sejarah berdirinya [Warkop DKI] atau Warkop Prambors, yang juga
dikenal dengan Trio DKI ialah grup lawak, awalnya dibentuk oleh Nanu,
Rudy Badil, Dono, Kasino (mahasiswa UI, Jakarta) dan Indro (mahasiswa
Univ. Pancasila, Jakarta). Awal kesuksesan mereka dimulai dari Obrolan
Santai di Warung Kopi yg merupakan acara lawakan di Radio Prambors
setiap Jumat 20.30 sampai 21.15.
Ide awal obrolan [Warkop Prambors] berawal dari dedengkot radio
Prambors, Temmy Lesanpura. Radio Prambors meminta Hariman Siregar,
dedengkot mahasiswa UI untuk mengisi acara di Prambors. Hariman pun
menunjuk Kasino dan Nanu, sang pelawak di kalangan kampus UI untuk
mengisi acara ini. Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu, dan
Rudy Badil, lalu disusul oleh Dono dan Indro.
Rudy yang semula ikut Warkop saat masih siaran radio, tak berani
ikut Warkop dalam melakukan lawakan panggung, karena demam panggung
(stage fright). Untuk hal itu, Rudy mengaku “Pernah sekali saya coba di
panggung TIM, saya menyadari bahwa saya tidak mampu. Setelah itu ya
nggak usah saja, Dono pun awalnya saat manggung beberapa menit pertama
mojok dulu, karena masih malu dan takut. Setelah beberapa menit, barulah
Dono mulai ikut berpartisipasi dan mulai kerasan, hingga akhirnya terus
menggila hingga akhir durasi lawakan. Indro adalah anggota termuda,
saat anggota Warkop yang lain sudah menduduki bangku kuliah, Indro masih
pelajar SMA.
Pertama kali Warkop muncul di pesta perpisahan (kalau sekarang
prom nite) SMP IX yang diadakan di Hotel Indonesia. Semua personil
gemetar, alias demam panggung, dan hasilnya hanya bisa dibilang lumayan
saja, tidak terlalu sukses. Namun peristiwa di tahun 1976 itulah pertama
kali Warkop menerima honor yang berupa uang transport sebesar Rp
20.000. Uang itu dirasakan para personil Warkop besar sekali, namun
akhirnya habis untuk menraktir makan teman-teman mereka.
Berikutnya mereka manggung di Tropicana. Sebelum naik panggung,
kembali seluruh personel komat-kamit dan panas dingin, tapi ternyata
hasilnya kembali lumayan.
Baru pada acara Terminal Musikal (asuhan Mus Mualim), grup Warkop
Prambors baru benar-benar lahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak
Indonesia. Acara Terminal Musikal sendiri tak hanya melahirkan Warkop
tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP (Pancaran Sinar Petromaks),
yang bertetangga dengan Warkop. Sejak itulah honor mereka mulai
meroket, sekitar Rp 1.000.000 per pertunjukan atau dibagi empat orang,
setiap personil mendapat no pek go ceng (Rp 250.000).
Mereka juga jadi dikenal lewat nama Dono-Kasino-Indro atau
DKI (yang merupakan pelesetan dari singkatan Daerah Khusus Ibukota).
Ini karena nama mereka sebelumnya Warkop Prambors memiliki konsekuensi
tersendiri. Selama mereka memakai nama Warkop Prambors, maka mereka
harus mengirim royalti kepada Radio Prambors sebagai pemilik nama
Prambors. Maka itu kemudian mereka mengganti nama menjadi Warkop DKI,
untuk menghentikan praktek upeti itu.
Dari semua personil Warkop, mungkin Dono lah yang paling intelek,
walau ini agak bertolak belakang dari profil wajahnya yang ‘ndeso’ itu.
Dono bahkan setelah lulus kuliah menjadi asisten dosen di FISIP UI
tepatnya jurusan Sosiologi. Dono juga kerap menjadi pembawa acara pada
acara kampus atau acara perkimpoian rekan kampusnya. Kasino juga lulus
dari FISIP. Selain melawak, mereka juga sempat berkecimpung di dunia
pencinta alam. Hingga akhir hayatnya Nanu, Dono, dan Kasino tercatat
sebagai anggota pencinta alam Mapala UI.
Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop mulai
membuat film-film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat.
Dari filmlah para personil Warkop mulai meraup kekayaan berlimpah.
Dengan honor Rp 15.000.000 per satu film untuk satu grup, maka mereka
pun kebanjiran uang, karena hampir tiap tahun mereka membintangi satu
film di dekade 1980-an. Malah beberapa tahun ada dua film Warkop
sekaligus. Mereka disebut-sebut sebagai artis dengan honor termahal masa
itu.
Kelebihan Warkop dibandingkan grup lawak lain, adalah tingkat
kesadaran intelektualitas para anggotanya. Karena sebagian besar adalah
mahasiswa (yang kemudian beberapa menjadi sarjana), maka mereka sadar
betul akan perlunya profesionalitas dan pengembangan diri kelompok
mereka.
Ini dilihat dari keseriusan mereka membentuk staf yang tugasnya
membantu mereka dalam mencari bahan lawakan. Salah satu staf Warkop ini
kemudian menjadi pentolan sebuah grup lawak, yaitu Tubagus Dedi Gumelar
alias Miing Bagito.
Saat itu Miing mengaku bahwa ia ingin sekali menjadi pelawak, dan
kebetulan ia diterima menjadi staf Warkop. Kerjanya selain mengumpulkan
bahan lawakan, melakukan survei lokasi (di kota atau daerah sekitar
tempat Warkop akan manggung), kalau perlu melakukan pekerjaan pembantu
sekalipun seperti menyetrika kostum para personil Warkop. Ini dilakukan
Miing dengan serius, karena ia sadar disinilah pembelajaran
profesionalitas sebuah kelompok lawak. Miing sempat ikut dalam kaset
warkop dan film warkop, sebelum akhirnya membentuk kelompok lawak
sendiri bersama didin (saudaranya) dan Hadi Prabowo alias Unang yang
diberi nama Bagito (alias Bagi Roto).
Dalam era televisi swasta dan menurunnya jumlah produksi film,
DKI pun lantas memulai serial televisi sendiri. Serial ini tetap
dipertahankan selama beberapa lama walaupun Kasino tutup usia di tahun
1997. Setelah Dono juga meninggal di tahun 2001, Indro menjadi
satu-satunya personel Warkop. Sedangkan Nanu sudah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar